TENGETÈ UYAK NGET-NGET
Dokumentasi pribadi
Kondisi salah satu lontar milik masyarakat yang tidak pernah dibaca
Peninggalan masa lampau atau warisan dari leluhur akan sangat beranfaat ketika yang diwariskan menghargai dan tetap melestarikan, apalagi bisa mempelajari dan dimanfaatkan demi kepentingan masyarakat banyak. peninggalan sejarah sangat banyak sekali diantaranya berupa : patung, alat-alat penunjang kehidupan sehari-hari, pustaka dan pusaka-pusaka. suatu peninggalan akan dapat diketahui apakah itu masih berguna atau tidak ketika ada yang mempelajarinya. Banyak peninggalan-peninggalan kuno tersebut rusak karena termakan jaman dan tidak dirawat dengan baik oleh masyarakat yang mewarisinya, contohnya adalah warisan yang berupa naskah dalam lontar yang sering disebut cakepan, cakepan yang dimiliki masyarakat terbelenggu oleh istilah aywa wera, sehingga banyak lontar-lontar tersebut rusak ketika akan dibaca. Kerusakan yang yang dimaksud adalah patah, termakan oleh binatang perusak lontar, dan rusak karena tempatnya basah atau lembab. Ketika lontar telah rusak maka dapat dipastikan isinya sudah tidak bisa di ketahui secara utuh meskipun ada beberapa lembar yang masih bisa dibaca.
Dokumentasi pribadi
Proses pembacaan dan identifikasi lontar milik masyarakat
Dokrin aywa wera di masyarakat sangat melekat sekali, sehingga banyak lontar yang tidak boleh di buka dengan adanya permasalahan
tersebut cukup menyulitkan untuk mengajak masyarakat untuk membaca kembali lontarnya. Untuk mengubah paradigma tersebut
maka diperlukannya komunikasi dan sosialisasi komperenship agar masyarakat
terbuka dan tidak lagi terdokrin bahwa kalau membaca lontar nanti bisa gila.
Secara logika orang tua leluhur kita sudah sangat bijak sekali dalam
mempelajari ilmu pengetahuan. Kenapa ada isitilah “aywa wera” artinya apabila seseorang belum dirasa cukup umur dan
tidak ada pendamping, jangan sesekali menjalankan pengetahuan yang ada tertulis
di lontar tersebut agar tidak disalah gunakan, dan jika ada pembimbing apa
bila mengalami kebingungan maka lebih mudah untuk bertanya jadi tidak stres
sendiri, jika tidak ketika mengalami masalah dan kebingungan tidak terpecahkan
lama-kelamaan akan stress sehingga terus menerus maka bisa menyebabkan gila,
maka dari itu diperlukan juga pendamping atau guru. Leluhur kita dahulu adalah
percaya semua yang ada di dunia ini memiliki kekuatan maka dari itu lontar yang
berisikan pengetahuan tersebut diupacarai dan disakralkan sehingga agar kita
menghargai maka tidak boleh sembarangan dalam membuka, membaca, dan menaruh
yang dikenal istilah “aywa wera” bukan
berarti tidak boleh dibaca. Jika tidak dibaca maka lama-kelamaan lontar akan
rusak dimakan binatang perusak serta karena umur. Maka dari itu untuk merubah
paradigma yang keliru perlu adanya sosialisasi agar masyarakat mau terbuka dan
belajar membaca kembali warisan-warisan tersebut sehingga pesan yang tertuang
dalam lontar tersebut bisa terus terwarisi, secara tidak langsung akan
membangkitkan kembali minat masyarakat untuk belajar membaca aksara Bali. Dengan adanya seperti itu maka muncul istilah “tenget amah nget-nget” karena sakeng disakralkan pustaka lontar yang dimiliki sehingga tidak pernah dibaca akhirnya termakan ngengat (binatang kecil pemakan daun lontar). Maka perlu istilah tersebut diganti dengan “tenget kewala inget" sakral tetapi ingat.